18.44

SanI (Sandal Ilang)


By Inung Pratiwi

Pagi hari... seperti biasa semua gaduh, semua sibuk, semua antri, semua buru-buru. (kas asrama banget pokok e). Semua kesibukan pagi itu tlah tuntas ku lalui dan akupun siap meluncur ke kampus dengan semangat yang cukup susah kubangun. Rasanya kalau bisa pingin loncat lewat jendela biar langsung sampai paskiran nggak perlu muter turun tangga. sayang bukan superman. sampai pintu paling luar (maklum pintunya buanyyaaaak banget) aku celingukan. sandal jepitku nggak ada! aku cari di tempat parkir sepatu juga nggak ada. sambil ngomel ngomel nggak jelas diliputi bejibun suudzan yang memenuhi otak terpaksa aku pergi pake sepatu cantikku. Coba deh bayangin mau pergi rihlah ke pantai pake sepatu kantoran. Nggak maching buangetkan? Lebih g maching lagi sama hati yang udah rusak pagi-pagi.

@@@

Berhari-hari aku nanti kepulanganya dengan rindu yang membuncah. Oh SanI... kemana gerangan dirimu? Teganya pergi tanpa pamit. Menyusahkan aku saja. Apakah ada orang yang lebih engkau sayangi dan engkau lindungi daripada aku? Jangan biarkan cemburu ini tumbuh merimba di hatiku. Aku lelah dengan prasangka-prasangka yang terus membelah diri. Cepat pulang...
Akhirnya dia pulang juga. Sore hari saat kembali keperaduan dengan sebongkah lelah, aku melihatnya di sudut pintu. Dia tersenyum menyambut kedatanganku.
"Hai?!" katanya lembut seperti biasa.
"Darimana saja? Pergi berhari-hari g bilang-bilang." aku tidak membalas sapaannya malah mengintrogasinya dengan ketus.
"Aku diajak saudarimu untuk menyelesaikan tugas di suatu tempat."
"Oh... kenapa dia tidak mengatakannya padaku? Dan kenapa kamu mau saja diajak pergi tanpa ijin dulu padaku?"
"Jangan tanyakan padaku. kamu tentu tau bahwa aku tak punya kuasa untuk menolak. yang aku bisa hanya mengikuti siapa saja yang mengajakku."
aku menghela nafas panjang, "Kenapa harus selalu seperti ini? aku lelah. aku bingung mencari penggantimu jika kamu pergi tanpa ijin. aku mengalami banyak kesulitan tanpamu."
"Aku tahu. tapi... aku yakin kamu dapat menyelesaikan kesulitan itu dengan baik. dan tentu kamu yakin bahwa saudarimu hanya akan mengajakku untuk sebuah kebaikan bukan? jadi buanglah semua prasangkamu. mungkin aku hanyalah hal kecil bagimu tapi ikhlaskan aku menjadi secuil jalanmu untuk bertemu khadijah sang dermawan yang sangat kau rindukan?"
"SanI, bagaimana mungkin kamu lebih membela saudariku? Bagaimana kalau aku membutuhkanmu?"
"Kau akan menciptakan kebaikan untuk saudarimu yang lain dengan meminjam penggantiku darinya. iyakan?"
"Itu berarti aku juga akan menciptakan keburukan karena membiarkan saudariku untuk berlaku ghashab."
SanI tersenyum kecil. "Tentu akan menjadi kebaikanmu kalau kamu mengingatkannya. Bukankah diantara manusia memang harus saling mengingatkan? Mengikhlaskanku pergi bukan berarti membiarkan keburukan itu terus terjadi. Kebaikan-kebaikan itu selalu mengelilingimu. Adalah pilihan bagimu untuk mengambilnya tau mengacuhkannya. Jika kamu memilih keburukan bisa saja kamu ikutan ghashab milik saudarimu yang lain dan itu terus berantai menulari saudari-saudarimu. Dan karenanya kamu berburuk sangka kemudian ghibah, kemudian dan kemudian yang lain."
" Ah, sudahlah aku tidak mengerti jalan pikiranmu. aku lelah." aku segera meninggalkannya di sudut pintu. Pertemuan yang kunanti ternyata tidak seindah yang aku bayangkan. Pulang cuma membuatku semakin jengkel.

@@@

Pagiku cerah... matahari bersinar... kugendong tas merahku di pundak... selamat pagi semua.... (hahahaa...)
"Pagi SanI..." aku menyapanya yang masih mematung di sudut pintu.
"Oh.. hay.. bagaimana tidurmu tadi malam?" Aku melihat tanda tanya besar di wajahnya. mungkin karena melihatku sangat berbeda dengan aku yang meninggalkannya kemarin sore.
"Sangat menikmati meski hanya sebentar."
"Heemmm... Aku meridukan senyummu seperti ini. Pagi jadi terasa lebih cerah." katanya tulus.
"Ya... semalam aku berfikir keras dan berdiskusi dengan hati juga logikaku. Mereka menguatkan argumenmu dan membuatku mengerti sekarang. Terimakasih untuk pelajaran kemarin sore. Kamu membuat senyumku mengembang dan hatiku lapang. pergilah... Aku mengikhlaskanmu untuk setiap kebaikan. Kamu bukan milikku. Benar? Dan aku terlalu bodoh kalau tidak memanfaatkanmu untuk mendapatkan banyak kebaikan. Oh ya, kamu bukan hal kecil untukku, karena sesuatu yang kecil akan menjadi besar jika berulang. Aku kuliah dulu ya... Luv u Coz Allah."
SanI menandangku dengan dengan binar bahagia hingga aku menghilang bersama BM ku.

0 komentar: