11.34

Muslimah sejati?! atau Muslimah Sejati!

Oleh: Inung Pratiwi

Tanggal 8 Maret segera tiba, Hari wanita sedunia segera menyapa. Apa yang harus kita lakukan saudariku?.... coba kita lihat PR-PR kita di luar sana. Kemiskinan, kesehatan ibu dan anak yang rendah, TKW yang dilecehkan, KDRT dan masih banyak lagi penderitaan yang dialami kaum wanita bangsa ini. Mungkin tidak akan ada waktu untuk tertidur ketika kita memang ingin memperbaikinya. Tapi saudariku... janganlah terlalu jauh menghamparkan pandangan pada hal-hal yang begitu besar. Sebelum mata itu menangkap noktah-noktah ketidakberesan di kejauhan sana terlebih dahulu lihatlah celah yang terpajang pada diri kita.
Saudariku.... sebagai mahasiswa tentu cita-cita kita tidak hanya kuliah untuk mencari kerja bukan? Bukanlah cita-cita buruk kuliah agar mudah mencari pekerjaan tapi cobalah untuk mencari cita-cita terbaik dari yang baik. Jika orientasi kita hanya pekerjaan, lalu ilmu apa yang akan kita gunakan untuk menghabiskan waktu di luar pekerjaan?
Sejenak kita bayangkan kesibukan kita pada masa yang akan datang menjadi wanita karier, seorang istri, dan seorang ibu. Jangan lupa bahwa kita juga masih menyandang status anak, bahkan anak menantu, ibu rumah tangga, warga, dll. Bayangkan jika kerja kita sampai saat ini hanyalah kuliah, tidur, ngobrol, jalan-jalan dan hura-hura, apa yang bisa kita lakukan jika status ganda itu sudah kita sandang?
Menjadi seorang istri tentu tidak semudah menyiapkan pesta pernikahan atau mengucapkan ijab qabul. Bisakah kita selalu menghadirkan senyum terbaik dalam keadaan senang atau jengkel dihadapan keluarga kita? Bisakah kita memelihara rumah tetap bersih dan rapi sedangkan kamar kos kita sekarang berantakan? Bisakah kita berkomunikasi dengan baik kalau selama ini teman kita hanya buku dan laptop? bisakah kita menyiapkan hidangan yang lezat sedang merica dan ketumbar saja tidak bisa kita bedakan? Bisakah kita menyelesaikan perselisihan keluarga menggunakan rumus akuntansi, cacatan sejarah, atau bahkan rumus matematika? Tidak saudariku..... semua itu butuh ilmu dan karakter.
Belum lagi kalau kita membicarakan masalah anak. bisakah kita menahan sakit saat melahirkan dengan tetap tersenyum membayangkan syurga? Bisakah kita menghadapi tangisan anak bukan dengan bentakan melainkan senyum dan belaian lembut. Bisakah tendangan  anak itu tidak kita balas dengan cubitan melaikan ciuman dan doa penuh kasih agar kelak kaki itu selalu ia gunakan untuk berjalan ke tempat-tempat yang baik? Bisakah kita menyuruh anak kita untuk menjaga pergaulan sedang kita tidak bisa menjadi teladan? Sekali lagi... kita butuh ilmu dan karakter untuk melakukan itu semua.
Oh.... atau kita akan memasrahkan anak kita kepada neneknya sedang kita asyik menuruti ego dan nafsu kita untuk menampakkan diri sebagai wanita yang hebat dalam pekerjaan? Saudariku.... setega itukah kita? Kita kecil orang tua yang merawat, kita besar masih orang yang merawat dan membiayai hidup yang semakin mahal, sudah dewasa masihkah kita melempar tanggungjawab kita kepada mereka? Mungkin kita butuh sedikit waktu untuk bermain matematika. Coba hitung berapa biaya yang orangtua keluarkan untukmu mulai ketika masih di dalam kandungan sampai kamu bisa membiayai hidupmu sendiri. Tidak akan cukup penghasilan kita untuk menggantinya. Bahkan sekedar memberi uang 100 ribu perbulan saja mungkin berat. Belum lagi kalau kita menghitung kasih kayangnya, pengorbanannya. Dunia ini tidak dapat membalas semua itu. dan taukah engkau saudariku satu-satunya cara untuk membalas mereka? Jadilah anak yang bisa memberikan jalan orang tua kita ke syurga. Hanya itu teman... tidakkah kalian ingin memperjuangkannya untuk orang yang katanya sangat kita sayangi dan kita cintai? Ingin? Kenapa masih berdiam diri? ayo bergerak sekarang... karena gerak itulah yang kelak akan menentukan nasib kita.
Atau demi alasan pekerjaan kamu memilih alternative lain untuk anak-anakmu? Apakah kalian sudah merasa lega bisa menggaji pembantu dan menyediakan televisi atau PS di rumah? Jangan teman..... coba pikirkan kembali. Sekarang kita belajar mati-matian untuk sebuah profesi sedang pada akhirnya kita menyerahkan anak kita pada orang yang tidak berpendidikan, tidak punya jiwa mendidik dan tidak punya pengetahuan tentang psikologi. Kalaupun ada itu sangat langka dan tidak akan kita bicarakan disini. Kita sibuk bersenang-senang dengan prestasi kita, status kita, karier kita, gaji kita tapi dengan sangat tega mencekoki anak-anak dengan program-program TV yang merusak. Seperti itukah kita akan memperlakukan generasi yang kita sayangi. Generasi yang kita harapkan dapat berprestasi dan membanggakan? Mungkin dia bisa tumbuh menjadi orang pandai dan sukses tapi naikkan cita-cita kita untuk membentuk generasi mulia, generasi yang mampu meraih dunia untuk tabungan akhiratnya.
Kalau begitu kesimpulannya lebih baik kita putus kuliah dan hanya boleh mempelajari hal-hal yang berbau wanita saja? Tidak saudariku... amanah yang banyak ini melatih kita untuk menjadi wanita yang bijak. Bagaimana kita bisa menyeimbangkan keduanya. Sambil menyelam minum ait, begitulah peribahasanya. Jangan sia-siakan waktu 4 tahun di kampus hanya untuk menyerap teori yang kita tidak pernah tahu bagaimana mempraktekkannya tapi juga menyiapkan ilmu yang jelas-jelas kelak akan kita praktekan dalam kehidupan sehari-hari.
Saatnya bangkit saudariku.... Saatnya kita tinggalkan judul diri kita sebagai muslimah sejati?! Saatnya kita bermetamorfose menjadi muslimah sejati!!. Ayo kita tuntaskan ketertinggalan ini dengan penuh komitmen dan totalitas karena PR kita lebih banyak dari waktu yang tersedia.

0 komentar: